Posted on Leave a comment

B. E. R. J. A. R. A. K.

Selama pandemi di tahun kedua ini, banyak masjid masih berjarak. Maksudnya, berjarak dalam pengaturan saf salat.

Ada yang masih super ketat berjarak 1,5 m. Ada yang semeter, 50cm, atau yang penting berjarak. Tidak mepet, tidak rapat bahu bertemu bahu.

Sebagian masjid yang saya kunjungi dan menerapkan jarak, memiliki tanda. Tanda untuk mengatur jarak. Tandanya unik, tidak sama, masing-masing memiliki ciri khas.

Ada yang memasang stiker “SHOF”. Untuk menandai tempat berdirinya makmun saat salat. Sebagaimana masjid kami tercinta. Nurul Jannah, Petrokimia Gresik.

Ada yang memasang tanda “X” dengan lakban merah. Sebagai tanda bahwa area tersebut jangan diisi.

Ada yang memasang tanda “____” dengan lakban hitam. Sebagai tanda tempat berdiri jamaah. Atau keduanya: garis dan silang.

Ada pula yang memasang tanda “wajik” sebagai tanda “berdirilah lurus dengan tanda di depan Anda”. Seperti di Masjid Agung Al-Furqon Bandar Lampung.

Jika tidak membaca petunjuk di pintu masuk atau mendapat arahan jamaah mukim, maka bisa salah. Berdiri di tanda, sejajar, atau jangan di tanda.  Petunjuk itu perlu.

Bahkan ada Masjid yang menyediakan masker. Juga kertas minyak atau kertas khusus. Untuk pengganti sajadah bagi yang tidak membawa.

Jangan Hatinya

Meskipun secara fisik berjarak, bahkan saat salat dan ibadah lainnya, kita semua berharap tidak dengan hati kita. Hati kita tetap satu, padu, dan bersatu. Karena jarak dalam saf bukan kita yang inginkan, tapi karena kemaslahatan dan perintah dari pemimpin kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu mengusap bahu-bahu kami dalam shalat (ketika akan shalat) dan menyatakan: Luruskan dan janganlah saf kalian bengkok sehingga berakibat hati kalian berselisih. [HR Muslim]. Semoga kita dapat segera mengamalkan hadis ini kembali.

Bahkan tidak hanya dengan jamaah sebelah kanan kiri kita, dengan kaum muslimin diseberang lautan sana semoga hati kita tetap terpaut dan bersatu. Mereka tersakiti kita ikut merasakannya dalam hati. Sebagai bukti loyalitas dan kecintaan.

Teladan kita shallallahu ‘alaihi wasalam telah bersabda: “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).”(HR. Bukhari dan Muslim).

Meski kita berjarak fisik dengan kaum muslimin di Palestina, semoga kita mencintai, menyayangi, mengasihi mereka. Bukan karena kemanusiaan, bukan karena HAM, tapi karena kecintaan kepada sesama Muslim adalah perintah Allah, merupakan ibadah, dan salah satu bukti keimanan.

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *