Posted on Leave a comment

Suarakan, Meski Seolah Tak Ada yang Dengarkan

Kereta jalur 1//tujuan tanah abang segera diberangkatkan//kereta berikutnya rawa buntu//Jalur 2 tersedia kereta tujuan Rangkas Bitung//kereta berikutnya Jurang Mangu//

Bagi Roker (rombongan kereta) atau Anker (anak kereta) suara itu tidak asing. Dan sudah bisa menebak di Stasiun mana announcement tersebut disuarakan.

Saya memikirkan sesuatu, apakah para penumpang kereta profesional masih mendengarkan suara itu? Masih membutuhkan suara itu? Mereka sudah terbiasa dengan jadwal keretanya. Bahkan titik mana yang nyaman, mereka sudah tahu. Bahkan tidak sedikit yang menyumpal lubang telinga dengan earphone atau headphone. Kepala mereka banyak tertunduk khusyuk, menatap layar gawai. Meski manfaat announcement itu jelas terasa saat tiga menit sebelum keberangkatan, banyak yang lari mengejar kereta  yang diam menunggu diberangkatkan.

Saya juga membayangkan, seandainya pengumuman itu hilang, stasiun sunyi dari announcement, seperti apa ya? Saya kira akan terjadi kebingungan, untuk beberapa saat atau beberapa hari. Bahkan akan ada yang menanyakan  ke petugas, mengapa tidak ada pengumuman lagi. Sebelum kemudian akan menyesuaikan dengan metode announcement yang baru.

Itu jika materi dan metode pengumuman di monopoli oleh satu pihak. Bagaimana jika banyak substitusi atau pesaing baik materi ataupun cara komunikasinya?

Ini akan menjadi PR bagi tim pemasaran. Untuk membuat story, memilih saluran storytellingnya, agar menarik minat pendengar. Semangat “nekat” dan “berani” harus terus dimiliki para pemasar, untuk senantiasa “menyuarakan” meski seolah tak ada yang mendengarkan. Tanpa mengesampingkan evaluasi efektivitas saluran.

Pangapunten. Semoga bermanfaat.
(WS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *